Jumat, 29 November 2013

Definisi Penyakit Diabetes Melitus




Definisi Penyakit Diabetes MelitusKita sangat perlu untuk memahami apa itu Definisi Penyakit Diabetes Melitus. Hal ini penting mengingat pembahasan tentang penyakit ini sangat komplek. Dengan mengetahui apa itu definisi diabetes atau definisi diabetes melitus, kita akan tahu gambaran umum akan penyakit ini.

Dengan mengetahui definisi penyakit diabetes atau definisi penyakit diabetes melitus, kita menjadi lebih mudah untuk memahami pembahasan-pembahasan berikutnya berkaitan dengan penyakit yang cukup mematikan ini.

Para ahli kesehatan telah banyak mendefinsikan penyakit ini. Namun dalam pembahasan ini kita akan membawakan definisi yang mudah namun cukup mencakup untuk menjelasakan apa  itu penyakit diabetes melitus.

Diabetes berasal dari istilah Yunani yaitu artinya pancuran atau curahan, sedang Melitus atau Mellitus artinya gula atau madu. Dengan demikian secara bahasa, Diabetes mellitus adalah curahan cairan dr tubuh yang bayak mengandungan gula. Cairan yang dimaksud di sini adalah air seni yang berasa manis karena banyak mengandung gula.

    Maka Definisi diabetes mellitus atau diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan dimana tubuh tidak bisa menghasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak bisa memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan sehingga terjadi kelonjakan kadar gula dalam darah melebih normal.

Itulah definisi  diabetes melitus secara umum. Seperti diketahui, semua sel dalam tubuh manusia membutuhkan gula agar dapat bekerja dengan normal. Gula ini dapat masuk ke seluruh sel-sel tubuh melalu bantuan hormon insulin.

Apabila jumlah insulin dalam tubuh tidak cukup, atau jika sel-sel tubuh tidak bisa memberikan respon terhadap insulin sehingga insulin yang dihasilkan tidak bisa termanfaatkan secara optimal, maka akan terjadi penumpukan gula dalam darah. Nah itulah yang terjadi pada penderita penyakit diabetes melitus.

Dari definisi penyakit diabetes dan gambaran secara umumnya dapat disimpulkan bahwa penyakit yang lebih sering dikenal sebagai penyakit kencing manis ini adalah penyakit kronik yang diakibatkan oleh:

    Ketidakmampuan organ tubuh (pankreas) untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau
    tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau juga
    karena gabungan kedua-duanya.

Dari definisi penyakit diabetes dan faktor serta sebab dasar terjadinya kenaikan kadar gula di atas inilah akhirnya Penyakit Diabetes dibagi menjadi tiga (3) tipe, yaitu:

    Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh oleh kurangnya produksi hormon insulin oleh organ pankreas
    Diabetes melitus tipe 2, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya respon tubuh terhadap insulin sehingga penggunaan hormon tersebut menjadi tidak efektif
    Diabetes gestasional, yakni penyakit diabetes yang sebabkan tubuh tidak bisa merespon hormon insulin karena adanya hormon penghambat respon yang dihasilkan oleh plasenta selama proses kehamilan.

Penjelasan akan berbagai tipe diabetes di atas akan kita bahas pada pembahasana khusus pada artikel-artikel berikutnya. Masing-masing tipe di atas memiliki beberapa sebab yang berbeda sehingga perlu pembahasan khusus. Silahkan ikuti terus artikel kami melalu web ini.

Dari definisi diabetes atau definisi penyakit diabetes di atas, insya Allah kita akan punya gambaran umum untuk kita lebih mudah memahami pembahasan-pembahasan berikutnya. Dari definisi diabetes melitus ini, nantinya kita akan mudah ketika membahas dan memahami bagaimana cara terbaik dalam mencegah, mengatasi, dan mengobati penyakit diabetes melitus.

Mencegah, mengatasi, dan mengobati diabetes yang akan dibahas dalam web ini insya Allah akan lebih ditekankan kepada cara mencegah, mengatasi, dan mengobati penyakit ini secara alami dengan metode holistik dan herbal alami.

Gejala Diabetes Melitus/Kencing Manis


Mengenal dan memahami gejala diabetes atau gejala diabetes melitus sangat penting dan sangat bermanfaat. Mengetahui gejala sejak awal suatu penyakit akan memudahkan kita didalam mencegah penyakit tersebut berkembang ke arah stadium yang lebih parah. Termasuk di sini penyakit diabetes melitus yang tergolong penyakit sangat mematikakan kalau tidak segera ditangani sedini mungkin.
Setelah sebelumnya kita ulas tentang penyebab diabetes dan faktor resiko diabetes, maka sudah saatnya kita ulas juta tentang berbagai gejala dari penyakit diabetes mellitus ini. Pembahasan ini kami anggab sangat penting karena tidak sedikit dari penderita diabetes mengetahui bahwa dia sebagai penderita diabetes setelah kondisinya sangat parah dan sulit sudah untuk diatasi dan diobati.
Orang mengidap penyakit diabetes sebenarnya sudah bisa menunjukkan dan merasakan berbagai gejala awal yang sebenarnya sangat mudah dikenali. Namun karena ketidaktahuan, seringnya penderita mengabaikan berbagai gejala dan tanda penyakit tersebut dan baru sadar setelah kondisinya parah dan sulit untuk ditangani.
Minimalnya ada tiga (3) gelala awal untuk seseorang bisa dicurigai lagi terkena penyakit diabetes. Diantaranya:
  1. Poliuri
    Yaitu penderita sering buang air kecil dalam jumlah banyak. Kejadiaanya biasanya terjadi pada malam  hari. Hal ini terjadi karena kadar gula dalam darah sangat tinggi dan tidak bisa ditoleransi oleh organ ginjal. Akhirnya kadar gula dalam air seni pun jadi pekat dan untuk selanjutnya memaksa ginjal untuk menarik air dalam jumlah banyak dari tubuh agar air seni atau air kencing tidak terlalu pekat.
     
  2. Polidipsi
    Yaitu penderita sering merasa haus yang hebat. Hal ini terjadi karena sedang berlangsung penarikan cairang yang banyak oleh ginjal. Maka penderita cepat merasa haus dan ingin minum terus.
     
  3. Polifagi
    Yaitu penderita sering merasa cepat lelah dan lemas. Hal ini terjadi karena sel-sel tubuh kekurangan energi akibat tidak bisa masuknya gula ke dalam sel. Akhirnya sel tubuh kekurangan energi dan tubuh pun merasa lemas dan lelah.

    Disaat yang sama, otak akan merespon bahwa penderita ini kurang makan sehingga akan terasa sering lapar dan merangsang untuk terus makan. Inilah akhirnya yang semakin memperparah keadaan jika rasa laparnya dituruti dengan banyak makan. Di dalam darah semakin terjadi penumpukan kadar galu.

    Apabila gejala awal ini tidak segera disadari dan ditangani, maka penderita akan berada pada keadaan yang lebih parah dengan gejala lanjutan. Lebih-lebih ketika ketiga gejala awal ini sudah ada semua pada diri Anda, maka Anda sudah tergolong pada zona diabetes akut dan kalau tidak segera ditangani makan akan mendapati gejala diabetes lanjutan.

    Namun yang perlu dan penting untuk Anda ketahui adalah bahwa seseorang dikatakan menderita diabetes melitus apabila kadar gula darahnya di atas 126 mg/dl (puasa) atau 200 mg/dl (tidak puasa). Namun seringnya gejala penyakit diabetes di atas baru muncul atau terlihat setelah gula darah di atas 270 mg/dl.

    Jadi kami sarankan, jangan terlalu mengandalkan gejala-gejala umum di atas untuk mengetahui kehadiran diabetes pada diri Anda. Satu-satunya cara yang akurat untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes darah dan urin.

    Untuk mengatasi gejala awal ini maka langkah yang paling baik adalah diet karbohidrat dan lakukan olah raga teratur.
     
Adapun untuk gejala lanjutan dari gejala diabetes atau gejala diabetes melitus adalah:
  1. Sering kesemutan
  2. Kulit terasa tebal
  3. Badan terasa panas
  4. Badan sering nyeri kayak tertusuk jarum
  5. Mudah mengantuk dan lelah
  6. Sering kram
  7. Penglihatan menjadi rabun
  8. Gairah seksual menurun drastis
  9. Penurunan berat badan yang mencolok
  10. Penyembuhan luka yang lama
     
Jika penderita adalah ibu hamil, tak jarang terjadi keguguran atau janin mati dalam kandungan, atau jakapun bayi dilahirkan selamat, biasanya berat badannya akan besar melebihi 4 kg.

Tipe Diabetes Melitus/kencing manis




Tipe Penyakit Diabetes MelitusPengenalan terhadap tipe diabetes dalam hal ini tipe diabetes melitus sangat penting. Hal ini sangat terkait dengan cara yang pas dalam mencegah dan mengatasi serta meengobata penyakit yang cukup mematikan ini.

Berdasarkan penyebab dasarnya kenapa dari sampai kelonjakan kadar gula, penyakit diabetes dibagi dalam beberapa  tipe. Masing-masing tipe penyakit diabetes melitus ini memiliki penyebab yang khsusus yang tidak dimiliki oleh tipe lain. Oleh karena itulah sekali lagi saya tegaskan bahwa mengenal tipe berbagai penyakit diabetes melitus ini penting sebelum kita membahas lebih jauh akan jenis penyakit yang bisa dibilang sangat mematikan ini.

Berdasarkan penyebab dasarnya, para pakar kesehatan telah membagi penyakit diabetes ini menjadi tiga tipe.

    Diabetes Melitus tipe 1
    Tipe diabetes ini umumnya menyerang anak hingga remaja. Oleh karena itulah jenis atau tipe diabetes mellitus ini di namakan juga dengan sebutan juvenile diabetes.
    
    Adapan penyebab dasar dari tipe diabetes 1 ini adalah karena adanya kerusakan atau kesalahan genetik pada sel pankreas sehingga sistem imun terganggu dan tidak bisa menghasilkan hormon insulin. adapun penyebab secara rinci yang melenkapi penyebab tipe 1 ini akan kita bahas pada bahasan penyebab diabetes melitus.

    Penderita diabetes tipe 1 ini sangat tergantung dengan insulin dari luar. Untuk kelangsungan hidupnya, penderita harus mendapatkan suntikan hormon insulin secara rutin dan terjadwal. Oleh karena itulah tipe 1 ini juga dinamakan dengan Insuline Dependent Diabetic Mellitus atau IDDM.

    Diabetes melitus tipe 1 ini seringnya muncul secara mendadak dengan gejala tiba-tiba sering cepat merasa haus, sering buang air kecil (sering ngompol pada anak), badan menjadi kurus secara drastis dan lemah. Jika insulin tidak segera diberikan, penderita bisa tiba-tiba tidak sadarkan diri atau koma diabetik.
    
    Diabetes Melitus Tipe 2
    Diabetes Melitus tipe 2 ini disebabkan oleh kurang mampunya tubuh didalam merespon hormon insulin sehingga tubuh tidak mampu memanfaatkan insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas. Boleh jadi jadi pankreas telah memproduksi insulin secara normal namun hormon yang dihasilkan tidak bisa dimanfaatkan oleh tubuh secara efektif. Tubuh bersifat resisten terhadap hormon insulin.

    Ketidakmampuan tubuh dalam memanfaatkan hormon insulin seringnya dikarenakan sel-sel tubuh bersaing berat dangan sel-sel lemak dalam tubuh. Hormon insulin banyak dihisap oleh sel-sel lemak yang menumpuk dalam tubuh. Oleh karena itulah, tipe 2 ini lebih banyak menimpa pada orang-orang yang memiliki pola hidup dan pola makan yang jelek sehingga terjadi penimbunan lemak atau kegemukan.

    Kegemukan seringnya mengganggu sistem kerja pankreas dan metabolisme terganggu. Kegemukan pada anak harus mendapatkan perhatian yang serius dari para orang, jangan sampai terlambat sehingga menjadi derita di masa tuanya.
    Diabetes tipe 2 inilah yang banyak menimpa para penderita penyakit diabetes. Bahkan prosentasenya bisa sampai 90% dari keseluruhan penderita diabetes melitus.

    Berbeda dari tipe 1 yang muncul tiba-tiba, diabetes tipe 2 memiliki perkembangan yang sangat lambat sampai bertahun-tahun. Oleh karena itulah sering-seringlah Anda memeriksakan kadar gula Anda untuk bisa mendeteksi sedari dini.

    Gejala diabetes melitus tipe 2 sering kali tidak  terasa. Namun Anda perlu waspada. Tubuh yang mengalami resistensi terhadap hormon insulin akan memaksa organ pankreas untuk memproduksi insuline sebanyak-sebanyaknya untuk dapat menggempur resistensi insulin tersebut dan memberi kesempatan gula untuk masuk de dalam sel tubuh.

    Kondisi ini memerlukan perbaikan secepatnya. Kalau tdak, pankreas akan bekerja ekstra keras yang menyebabkan dia kelelahan dan akhirnya bisa rusak. Dengan rusaknya pankreas maka bisa Anda bayangkan sendiri akibatnya. Sangat mengerikan . . ., tubuh sudah resisten ditambah lagi insulin sudah tidak bisa diproduksi lagi karena organ yang bertanggung jawab sudah KO.
    
    Diabetes Melitus Tipe 3
    Tipe diabetes ini merupakan gabungan dari diabetes tipe 1 dan tipe 2. Hal ini terjadi ketika penderita diabetes melitus 1 secara terus menerus disuntik insulin, ada sebagian penderita menjadi resisten terhadap hormon dari luar tersebut sehingga dia menderita tipe 2 sekaligus.

    Diabetes melitus tipe 3 juga bisa terjadi karena penderita diabetes melitus tipe 2 mengkonsumsi obat-obatan yang merangsang produksi insuline lebih banyak sehingga pankreas menjadi lelah, lemas, dan akhirnya ambruk. Jangka panjangnya pankreas menjadi rusak sehingga produksi menjadi sangat sedikit atau terhenti sama sekali. Maka jadilah tipe diabetes gabungan yaitu tipe 2 dan 1 yang dinamakan diabetes melitus tipe 3.
    

Itulah sekilah ulasan tentang tipe diabetes atau tipe diabetes melitus. Mudah-mudahan ulasan ini bisa memberikan manfaat buat para pembaca sekalian.

Askep Diabetes Melitus / DM

Askep Diabetes Melitus / DM.Penyakit Diabetes Melitus adalah merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.Diabetes melitus ini diagnosanya didirikan awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas yang terdapat pada pasien yang menderita DM ini yang berupa polifagia (banyak makan), poluria (banyak kencing), polidipsia, lemas, dan berat badan turun. Gejala lain yang seringkali dikeluhkan penderita Diabetes Melitus adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.Maka hari ini blog Keperawatan akan mencoba sharing mengenai askep DM / diabetes melitus ini.Semoga artikel mengenai askep DM / diabetes melitus ini memberikan manfaat.

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DM / diabetes melitus ada beberapa pemeriksaan penunjang khususnya pemeriksaan laboratorium diantaranya yaitu :

    Glukosa darah sewaktu
    Kadar glukosa darah puasa
    Tes toleransi glukosa

Dalam kriteria yang diterapkan oleh WHO untuk penyakit diabetes melitus ini dalam hasil laboratorium hasil pemeriksaannya menunjukkan :

    Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
    Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
    Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl


Tujuan yang utama dalam memberikan terapi pada askep diabetes melitus / DM ini yaitu mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah yang dimaksudkan untuk bisa mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.Beberapa komponen penting dalam penatalaksanaan askep DM / diabetes melitus ini adalah dengan :

    Diet DM.
    Latihan.
    Pemantauan glukosa darah
    Terapi (jika diperlukan)
    Pendidikan kesehatan.

Pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan askep DM / diabetes melitus yaitu :

    Riwayat Kesehatan Keluarga : Yang dikaji adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
    Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya : Yang dikaji berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
    Aktivitas/ Istirahat : Yang dikaji gejala seperti lemah,letih, mengalami kesulitan bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
    Sirkulasi : Yang dikaji adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah.
    Integritas Ego : Stress, ansietas.
    Eliminasi : Perubahan dalam pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
    Makanan / Cairan : Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
    Neurosensori : Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
    Nyeri / Kenyamanan : Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat).
    Pernapasan : Batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi / tidak).
    Keamanan : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.


Diagnosa Keperawatan serta masalah keperawatan yang ditegakkan pada askep DM / diabetes melitus ini diantaranya yaitu :

    Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
    Kekurangan volume cairan
    Gangguan integritas kulit
    Resiko terjadi injuri

Intervensi askep diabetes melitus / DM :
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :

    Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
    Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Intervensi :

    Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
    Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
    Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
    Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
    Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
    Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
    Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
    Kolaborasi Medis dengan pemberian pengobatan insulin.
    Kolaborasi dengan ahli diet.


2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : Kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :

    Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik.
    Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul.
    Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas.
    Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
    Pantau masukan dan pengeluaran.
    Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
    Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
    Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur.
    Kolaborasi Medis : Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K).


3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil : Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :

    Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
    Kaji tanda vital.
    Kaji adanya nyeri.
    Lakukan perawatan luka
    Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
    Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.


4. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.
Tujuan : Pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria Hasil : Pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injuri.
Intervensi :

    Hindarkan lantai yang licin.
    Gunakan bed yang rendah.
    Orientasikan pasien dengan ruangan.
    Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
    Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.


Daftar Pustaka :

    Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
    Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
    Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.
    Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
    Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
    Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002

- See more at: http://askep-net.blogspot.com/2012/04/askep-diabetes-melitus-dm.html#sthash.3ElmxPyA.dpuf
4. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.
Tujuan : Pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria Hasil : Pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injuri.
Intervensi :
  1. Hindarkan lantai yang licin.
  2. Gunakan bed yang rendah.
  3. Orientasikan pasien dengan ruangan.
  4. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
  5. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.

Daftar Pustaka :
  • Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
  • Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
  • Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.
  • Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
  • Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
  • Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
- See more at: http://askep-net.blogspot.com/2012/04/askep-diabetes-melitus-dm.html#sthash.3ElmxPyA.dpuf

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ASMA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sistem pernafasan merupakan suatu sistem yang penting bagi kehidupan manusia, maka sistem pernafasan harus di jaga dari patogen – patogen yang dapat mempengaruhi pernafasan manusia seperti penyakit asma bronkial. Asma merupakan penyakit radang kronis umum dari saluran udara yang ditandai dengan gejala variabel dan berulang, obstruksi aliran udara berlangsung secara reversibel, dan bronkospasme. Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di Australia mencapai 20-30%. National Heart, Lung and Blood Institute melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta penduduk amerika.
Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam salah satu laporan di Journal of Allergy and Clinical Immunology tahun 2003 dinyatakan bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir. Bahkan 28,3% penderita mengaku terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, aktivitas sosial 38%, aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan rumah tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 12 bulan terakhir dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma di USA sekitar 10 milyar dollar per tahun dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah sakit. Oleh karena itu, terapi efektif untuk penderita asma berat sangat dibutuhkan.
Dalam bab selanjutnya akan dibahas mengenai tentang Asma dan pemberian Asuhan Keperawatan Klien dengan Asma.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana anatomi fisiologi dari system pernafasan?
1.2.2. Apa Definisi dari Asma Bronkial?
1.2.3. Apa etiologi dari Asma Bronkial ?
1.2.4. Apa ptofisiologis dari Asma Bronkial?
1.2.5. Apa manifestasi klinis dari Asma Bronkial?
1.2.6. Bagaimana klasifikasi dari Asma Bronkial?
1.2.7. Bagaiamana pathway dari Asma Bronkial?
1.2.8. Bagaimana penatalaksanaan dari Asma Bronkial?
1.2.9. Bagaimana asuhan keperawatan dari Asma bronkial?

1.2  Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari system pernafasan
1.3.2. Untuk mengetahui definisi dari Asma bronkial
1.3.3. Untuk mengetahui etiologi dari asma bronkial
1.3.4. Untuk mengetahui  patofisiologis dari Asma bronkial
1.3.5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Asma bronkial
1.3.6. Untuk mengetahui klasifikasi Asma bronkial
1.3.7. Untuk mengetahui pathway dari Asma bronkial
1.3.8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Asma bronkial
1.3.9. untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Asma bronkial
          




2.1 Anatomi fisiologi dari Sistem Pernafasan

BAB II
PEMBAHASAN


Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan bagian atas dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus.
Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolisme jaringan. Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah mempertahankan keseimbangan asam basa dalam tubuh, menghasilkan suara, memfasilitasi rasa kecap, mempertahankan kadar cairan dalam tubuh serta mempertahankan keseimbangan panas tubuh.
Tercapainya fungsi utama pernafasan didasarkan pada empat proses yaitu: ventilasi (keluar masuknya udara pernafasan), difusi (pertukaran gas di paru-paru), transportasi (pengangkutan gas melalui sirkulasi) dan perfusi (pertukaran gas di jaringan).
Adapun kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau udara atmosfer harus cukup, kondisi jalan nafas dalam keadaan normal, kondisi otot pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi sirkulasi (jantung), kondisi pusat pernafasan dan hemoglobin sebagai pengikat oksigen.
Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-organ pernafasan
1.      Hidung
      Merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara pernafasan mengalami proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan dan pelembaban (humidifikasi). Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Bagian belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut nasopharing.
2.      Pharing
      Berada di belakang mulut dan rongga nasal. Dibagi dalam tiga bagian yaitu nasopharing, oropharing, dan laringopharing. Pharing merupakan saluran penghubung antara saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Bila makanan masuk melalui oropharing, epiglotis akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak terjadi.
3.      Laring,
      Berada di atas trakea di bawah pharing. Sering kali disebut sebagai kotak suara karena udara yang melewati daerah itu akan membentuk bunyi. Laring ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid (Adam Apple) yang khas pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid yang berhubungan dengan trakea.
4.      Trakea,
      Terletak di bagian depan esophagus, dan mulai bagian bawah krikoid kartilago laring dan berakhir setinggi vertebra torakal 4 atau 5. Trakea bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6 – 10 cincin kartilago.
5.      Bronkus,
      Dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap partikel-partikel dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan. Bronkus kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal dibanding dengan bronkus kiri.
6.      Bronkiolus,
      Merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke dalam saluran-saluran kecil yaitu bronkiolus terminal dan bronkiolus respirasi. Keduanya berdiameter ≤ 1 mm. Bronkiolus terminalis dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini. Sebagian kecil hanya terjadi pada bronkiolus respirasi.
  
7.      Alveolus
Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari bronkiolus respirasi. Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru mengandung ± 300 juta alveolus (luas permukaan ± 100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler darah.
Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin) sejenis fosfolipid yang sangat penting dalam mempertahankan ekspansi dan rekoil paru. Surfaktan ini berfungsi menurunkan ketegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa surfaktan yang adekuat maka alveolus akan mengalami kolaps.
8.      Paru Paru
Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura viseral yang langsung membungkus/ melapisi paru dan pleura parietal pada bagian luarnya. Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang berfungsi sebagai lubrikasi. Banyaknya cairan ini lebih kurang 10 – 15 cc. Lubrikasi dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi. Peredaran darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu : arteri pulmonalis dan arteri bronkialis.
2.2. Definisi Asma bronkial
Asma Bronchial adalah penyakit saluran nafas yang dapat pulih yang terjadi karena spasme bronkus disebabkan oleh berbagai sebab misalnya allergen, infeksi dan latihan. (Hudak & Gallo, 1997; 225)
Asma Bronkial adalah inflamasi dari plasma akut dari otot halus pada bronkus dan bronkiolus dengan peningkatan produksi dan pelengketan mukus. (Susan Martin Tucker,et.al, 1998; 2215)
Asma Bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, Sarwono Waspadji, 1999; 71)
Asma Bronkial adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh konstriksi yang dapat pulih dari otot halus bronkial, hipersekresi mukosa, dan inflamasi mukosa serta edema. Faktor pencetus termasuk alergen, masalah emosi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia, dan infeksi. (Marilynn E. Doenges, 1999; 152)
Asma Bronkial adalah penyakit jalan nafas obstruksi intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi. (Brunner and Suddarth, 2001; 593)
Asma Bronkial adalah penyakit kronik sistem pernafasan dengan ciri serangan berulang kesulitan dalam bernafas, wheezing, dan batuk. Selama serangan saluran bronkus kejang, menjadi lebih sempit dan kurang mampu untuk menggerakkan udara ke paru-paru. Bermacam-macam benda yang dapat mengakibatkan alergi seperti bulu binatang, debu, polusi atau makanan tertentu dapat memicu serangan. (Health Dictionary, 2007).
Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas pendek, wheezing dan batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang bengkak di dalam bronkus (jalan nafas dalam paru-paru). Hal ini terutama disebabkan oleh alergi atau infeksi saluran pernafasan. Kedua asap rokok dapat mengakibatkan asma pada anak. (Britannica Concise Encyclopedia, 2007).
Asma Bronkial adalah gangguan pernafasan ditandai dengan serangan berulang kesulitan bernafas terutama saat menghembuskan nafas oleh karena peningkatan ketahanan aliran udara melalui pernafasan bronkeolus. (Sports Science and Medicine, 2007).
Asma Bronkial adalah penyakit kronis system pernafasan di tandai dengan serangan berkala dari wheezing, nafas pendek dan rasa sesak di dada. (Columbia Encyclopedia, 2007).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma Bronchial adalah penyempitan sebagian dari otot halus pada bronkus dan bronkiolus yang bersifat reversibel dan disebabkan oleh berbagai penyebab seperti alergen, infeksi dan latihan.

2.3 Etiologi
Faktor-faktor penyebab dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berperanan penyebab asma. Polusi lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozone, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksid (NOX), partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10) dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misalnya tartazine), pengawet (metabisulfit), dan vetsin (monosodium glutamat-MSG) juga bisa memicu asma. Kondisi lain yang dapat memicu timbulnya asma adalah aktifitas, penyakit infeksi, emosi atau stres.




2.4 Manifestasi Klinis
a)  Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan “Preak Flow Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness), hidung mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan Preak Flow Meter.
b)  Gejala
1.      Gejala Asma Umum
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi (wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).
Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull & Price, 2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow Meter menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya” (biasanya antara 50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto & Alam, 2006).
2.   Gejala Asma Berat
Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu serangan batuk yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah be
rbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1.      Ekstrinsik (alergik)
`           Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetic terhadap  alergi. Oleh karena itu jika ada faktor – faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik
2.      Instrinsik (non alergik)
 Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan seri n sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronik dan emfisiema.

2.6 Patofisiologi
Pada penyakit asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan misalnya stres, udara dingin, latihan dan faktor-faktor lain. Serangan asma merupakan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang menyebabkan dilepaskannya mediator-mediator kimia. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi yang menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dan substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas yang menyebabkan tiga reaksi utama yaitu:
a. Konstriksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar maupun saluran nafas   yang kecil yang menimbulkan bronkospasme.
b. Peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah sempitnya saluran nafas lebih lanjut.
c. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.



2.7  Pathway Asma Bronkial

Faktor Ekstrinsik (debu, bulu binatang, dll )
Faktor Intrinsik (udara dingin, infeksi saluran nafas, dll)



 Peningkatan kelenjar mukosa
Faktor Intrinsik (udara dingin, infeksi saluran nafas, dll)



RR meningkat



Merangsang mediator kimia (histamin,bradikinin,prostaglandin)

Spasme otot polos
Bersihan jalan nafas tidak efektif


Bronkus


Dispnea


Penggunaan otot bantu pernafasan


bronkospasme

Nutrisi kurang dari kebutuhan


Disfagia


esofagus


Produksi mucus berlebih


Gangguan pola nafas


Anoreksia































2.8  Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan  serangan asma
c.  Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu:
a.       Pengobatan non farmakologik:
-          Memberikan penyuluhan.
-          Menghindari faktor pencetus.
-          Pemberian cairan.
-          Fisiotherapy.
-          Beri O2 bila perlu.
b.      Pengobatan farmakologik :
1)      Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a)    Simpatomimetik/ adrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serta Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
                                        
2)      Santin (teofilin)
Nama obat :
 Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
3)      Kromalin       
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
4)      Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
(Dudut Tanjung., Skp, 2007)