BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Edema
paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial
paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke
darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena
sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh
karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh
adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya
faktor , dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan
respiratory distress syndrome ?
2. Apa penyebab dari respiratory
distress syndrome?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari
respiratory distress syndrome?
4. Bagaimana patofisiologi dari
respiratory distress syndrome?
5. Apa pemeriksaan penunjang untuk
respiratory distress syndrome?
6. Bagaimana komplikasi respiratory
distress syndrome?
7. Bagaimana penatalaksanaan
respiratory distress syndrome ?
8.
Bagaimana asuhan keperawatan pada
klien dengan respiratory distress syndrome?
C. Tujuan
C. Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang RDS dan Asuhan Keperawatan pada klien
dengan kasus RDS.
Tujuan Khusus
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang
respiratory distress syndrome.
2. Menjelaskan tentang penyebab dari
respiratory distress syndrome.
3. Menjelaskan tentang manifestasi
klinis dari respiratory distress syndrome.
4. Menjelaskan tentang patofisiologi
dari respiratory distress syndrome.
5. Menjelaskan tentang pemeriksaan
penunjang untuk respiratory distress syndrome.
6. Menjelaskan tentang komplikasi
respiratory distress syndrome.
7. Menjelaskan tentang penatalaksanaan
respiratory distress syndrome.
8. Menjelaskan tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan respiratory distress syndrome.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Edema
paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan
tekanan intravaskular. (Elizabeth J Corwin, 2001)
Edema
paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular yang
patologis pada jaringan parenkim paru. (Titin Suprihatin, 2000)
B. ETIOLOGI
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1)
Peningkatan tekanan vena paru tanpa
adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
2)
Peningkatan tekanan vena paru
sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
3)
Peningkatan tekanan kapiler paru
sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over
perfusion pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,
hati, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c. Peningkatan tekanan negatif
intersisial :
1)
Pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2)
Tekanan pleura yang sangat negatif
oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan
end-expiratory volume (asma).
d. Peningkatan tekanan onkotik
intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun
klinik.
2. Perubahan permeabilitas membran
alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan (phosgene,
ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa
ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Pneumonitis radiasi akut.
f. Bahan vasoaktif endogen (histamin,
kinin).
g. Disseminated Intravascular
Coagulation.
h. Imunologi : pneumonitis
hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
i. Shock Lung oleh karena trauma di
luar toraks.
j. Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik :
a. Post Lung Transplant.
b. Lymphangitic Carcinomatosis.
c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
a. High Altitude Pulmonary Edema.
b. Neurogenic Pulmonary Edema.
c. Narcotic overdose.
d. Pulmonary embolism.
e. Eclampsia
f. Post Cardioversion.
f. Post Cardioversion.
f. Post Anesthesia.
g. Post Cardiopulmonary Bypass.
C. PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas
terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan.
Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah
atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan
dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya.
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai
gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas
(oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air
dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary
edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau
dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary
edema.
D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan
perubahan radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.
1. Stadium 1.
1. Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas
saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang
tertutup pada saat inspirasi.
2. Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas
pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan
septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan
tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa
aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
3. Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas
sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak
sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang
lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark,
hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan,
2. Laboratorium
a. Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2
mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
b. Enzim kardiospesifik meningkat jika
penyebabnya infark miokard.
c. Darah rutin, ureum, kreatinin, ,
elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T),
angiografi koroner
3. Foto thoraks
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari
vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai
bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh
struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
F. PENATALAKSANAAN
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8
liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak,
takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2
konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal,
suction, dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan
darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Nitrogliserin sublingual atau
intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan
darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis
3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan
Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan
nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan
darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah
normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital.
5. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat
diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV
bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip
continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun /
tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai
respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi
pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien
dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti
regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
G. KOMPLIKASI
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema
mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang
mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan
darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk
(hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang
berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.
H. PENCEGAHAN
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada
penyebab dari pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil.
Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung,
kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran
dari overdosis obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain,
beberapa sebab-sebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah,
seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data umum:
1. Identitas :
Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami
dibandingkan remaja/dewasa muda
2. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,
cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang
sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti
sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
Pemeriksaan fisik
1. Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
2. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru.
3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara
jantung tambahan
4. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
5. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
6. Sistem genitourinaria
Subyektif :
Obyektif : produksi urine menurun/normal.
7. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis
respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal.
3. Elektrolit : Natrium/kalsium
menurun/normal.
B.
PRIORITAS MASALAH
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan.
2. Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi
tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat.
3. Gangguan komunikasi verbal b.d
pemasangan selang endotrakeal.
4. Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan
selang endotrakeal.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan
Tujuan : Jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya
Kriteria : Suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada
seluruh lapang paru
Rencana Tindakan
a. Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam
b. Lakukan hisap lendir bila ronchii
terdengar
c. Monitor humidivier dan suhu
ventilator
d. Monitor status hidrasi klien
e. Monitor ventilator tekanan dinamis
f. Beri Lavase cairan garam faali
sesuai indikasi
g. Beri fisioterapi dada sesuai
indikasi
h. Beri bronkodilator
i. Ubah posisi, lakukan postural
drainage
Rasional
a. Monitor produksi secret
b. Tekanan penghisapan tidak lebih
100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 % dan
hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT menggunakan resusitasi manual atau ventilator.
Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan
c. Oksigen lembab merangasang
pengenceran sekret. Suhu ideal 35-37,8OC
d. Mencegah sekresi kental
e. Peningkatan tekanan tiba-tiba
mungkin menunjukkan adanya perlengketan jalan nafas
f. Fasilitasi pembuangan sekret.
g. Fasilitasi pengenceran dan
penge-luaran sekret menuju bronkus utama.
h. Fasilitasi pengeluaran sekret menuju
bronkus utama.
2. Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi
tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat
Tujuan : Pertukaran gas jaringan paru optimal
Kriteria : Gas Darah Arteri dalam keadaan normal
Rencana Tindakan
a.
Periksa AGD 10-30 menit setelah
pengesetan ventilator atau setelah adanya perubahan ventilator
b.
Monitor AGD atau oksimetri selama
periode penyapihan
c.
Kaji apakah posisi tertentu
menimbulkan ketidaknyamanan pernafasan
d. Monitor tanda hipoksia dan
hiperkapnea
Rasional
a. AGD diperiksa sebagai evaluasi
status pertukaran gas; menunjukkan konsentrasi O2 & CO2 darah.
b. Periode penyapihan rawan terhadap
perubahan status oksigenasi.
c. Dalam berbagai kondisi,
ketidak-nyamanan dapat mempengaruhi klinis penderita.
d. Hipoksia dan hiperkapnea ditandai
adanya gelisah dan penurunan kesadaran, asidosis, hiperventilasi, diaporesis
dan keluhan sesak meningkat.
3. Gangguan komunikasi verbal b.d
pemasangan selang endotrakeal
Tujuan : Klien dan petugas kesehatan dapat berkomunikasi
secara efektif selama pemasangan selang endotrakeal
Kriteria : Klin dan perawat menentukan dan menggunakan
metodayang tepat untuk berkomunikasi, tidak terjadi hambatan komunikasi
berarti, menggunakan metode yang tepat
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
a. Jelaskan lingkungan, semua prosedur,
tujuan dan alat yang berhubungan dengan klien
b. Berikan bel atau papan catatan serta
alat tulis untuk momunikasi
c. Ajukan pertanyaan tertutup
d. Yakinkan pasien bahwa suara akan
kembali bila endotrakela dilepas.
Rasional
a.
Mengurangi kebingungan klien dan
meminimalisasi adanya komunikasi yang sulit antara klien dan perawat
b.
Sebagai media komunikasi antara
klien dan perawat
c.
Menghindari komunikasi tidak efektif
d.
Mengurangi kecemasan yang mungkin
timbul akibat kehilangan suara
4. Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan
selang endotrakeal
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Kriteria : tidak terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial
Rencana Tindakan
a. Evaluasi warna, jumlah, konsistensi
dan bau sputum tiap kali penghisapan
b. Tampung spesimen untuk kultur dan
sensitivitas sesuai indikasi
c. Pertahankan teknis steril selama
penghisapan lender
d. Ganti selang ventilator tiap 24 – 72
jam
Rasional
a.
Infeksi traktus respiratorius dapat
mengakibatkan sputum bertambah banyak, bau lebih menyengat, warna berubah lebih
gelap
b.
Memastikan adanya kuman dalam
sputum/jalan nafas
c.
Mengurangi resiko infeksi nosokomial
d.
Mengurangai resiko infeksi
nosokomial
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta
Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia
Mansjoer Arif:1999: Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I: Medi Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Suprihatin, Titin (2000), Bahan
Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan I, Universitas Airlangga,
Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar