Jumat, 08 November 2013

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARUTATAN PADA KLIEN DENGAN EDEMA PARU


BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari  darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru,  melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran  limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan  NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung  Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor , dapat  terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
B.    Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan respiratory distress syndrome ?
2.      Apa penyebab dari respiratory distress syndrome?
3.      Bagaimana manifestasi klinis dari respiratory distress syndrome?
4.      Bagaimana patofisiologi dari respiratory distress syndrome?
5.      Apa pemeriksaan penunjang untuk respiratory distress syndrome?
6.      Bagaimana komplikasi respiratory distress syndrome?
7.      Bagaimana penatalaksanaan respiratory distress syndrome ?
8.                  Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan respiratory distress syndrome?
C.    Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang RDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus RDS.
Tujuan Khusus
1.      Menjelaskan tentang  respiratory distress syndrome.
2.      Menjelaskan tentang penyebab dari respiratory distress syndrome.
3.      Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari respiratory distress syndrome.
4.      Menjelaskan tentang patofisiologi dari respiratory distress syndrome.
5.      Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk respiratory distress syndrome.
6.      Menjelaskan tentang komplikasi respiratory distress syndrome.
7.      Menjelaskan tentang penatalaksanaan respiratory distress syndrome.
8.      Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respiratory distress syndrome.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.        DEFINISI
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. (Elizabeth J Corwin, 2001)
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru. (Titin Suprihatin, 2000)
B.         ETIOLOGI
1.      Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a.        Peningkatan tekanan kapiler paru :
1)           Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan  fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
2)           Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena  gangguan fungsi ventrikel kiri.
3)           Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b.        Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,  hati, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c.        Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1)           Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2)           Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi  saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d.       Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2.      Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a.        Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b.        Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap  Teflon®, NO2, dsb).
c.        Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,  alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d.       Aspirasi asam lambung.
e.        Pneumonitis radiasi akut.
f.         Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g.        Disseminated Intravascular Coagulation.
h.        Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,  leukoagglutinin.
i.          Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j.          Pankreatitis Perdarahan Akut.
3.      Insufisiensi Limfatik :
a.        Post Lung Transplant.
b.        Lymphangitic Carcinomatosis.
c.        Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4.      Tak diketahui/tak jelas
a.        High Altitude Pulmonary Edema.
b.        Neurogenic Pulmonary Edema.
c.        Narcotic overdose.
d.       Pulmonary embolism.
e.        Eclampsia
f.    Post Cardioversion.
f.         Post Anesthesia.
g.        Post Cardiopulmonary Bypass.
C.    PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya. 
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
D.    MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.
1.    Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
2.    Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
3.    Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan,
2.      Laboratorium
a.       Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
b.      Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
c.       Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner
3.      Foto thoraks
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.   
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
F.    PENATALAKSANAAN
1.        Posisi ½ duduk.
2.        Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
3.        Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4.        Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
5.        Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
6.        Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7.        Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8.        Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9.        Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
10.    Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11.    Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
G.    KOMPLIKASI
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.
H.    PENCEGAHAN
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
Data umum:
1.        Identitas :
Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
2.        Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
3.        Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

Pemeriksaan fisik
1.        Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
2.        Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
3.        Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
4.        Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
5.        Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
6.        Sistem genitourinaria
Subyektif :
Obyektif : produksi urine menurun/normal.
7.        Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
Pemeriksaan Laboratorium :
1.        Hb : menurun/normal
2.        Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal.
3.        Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.
B.    PRIORITAS MASALAH
1.          Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan.
2.          Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat.
3.          Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal.
4.          Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal.
C.    INTERVENSI  KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan :
1.          Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan
Tujuan : Jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya
Kriteria : Suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada seluruh lapang paru
Rencana Tindakan
a.       Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam
b.      Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar
c.       Monitor humidivier dan suhu ventilator
d.      Monitor status hidrasi klien
e.       Monitor ventilator tekanan dinamis
f.       Beri Lavase cairan garam faali sesuai indikasi
g.      Beri fisioterapi dada sesuai indikasi
h.      Beri bronkodilator
i.        Ubah posisi, lakukan postural drainage
Rasional
a.       Monitor produksi secret
b.      Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 % dan hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT menggunakan resusitasi manual atau ventilator. Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan
c.       Oksigen lembab merangasang pengenceran sekret. Suhu ideal 35-37,8OC
d.      Mencegah sekresi kental
e.       Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya perlengketan jalan nafas
f.       Fasilitasi pembuangan sekret.
g.      Fasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus utama.
h.      Fasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama.
2.          Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat
Tujuan : Pertukaran gas jaringan paru optimal
Kriteria : Gas Darah Arteri dalam keadaan normal
Rencana Tindakan
a.           Periksa AGD 10-30 menit setelah pengesetan ventilator atau setelah adanya perubahan ventilator
b.           Monitor AGD atau oksimetri selama periode penyapihan
c.           Kaji apakah posisi tertentu menimbulkan ketidaknyamanan pernafasan
d.          Monitor tanda hipoksia dan hiperkapnea
Rasional
a.         AGD diperiksa sebagai evaluasi status pertukaran gas; menunjukkan konsentrasi O2 & CO2 darah.
b.        Periode penyapihan rawan terhadap perubahan status oksigenasi.
c.         Dalam berbagai kondisi, ketidak-nyamanan dapat mempengaruhi klinis penderita.
d.        Hipoksia dan hiperkapnea ditandai adanya gelisah dan penurunan kesadaran, asidosis, hiperventilasi, diaporesis dan keluhan sesak meningkat.
3.          Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal
Tujuan : Klien dan petugas kesehatan dapat berkomunikasi secara efektif selama pemasangan selang endotrakeal
Kriteria : Klin dan perawat menentukan dan menggunakan metodayang tepat untuk berkomunikasi, tidak terjadi hambatan komunikasi berarti, menggunakan metode yang tepat
Rencana Tindakan:
a.          Jelaskan lingkungan, semua prosedur, tujuan dan alat yang berhubungan dengan klien
b.         Berikan bel atau papan catatan serta alat tulis untuk momunikasi
c.          Ajukan pertanyaan tertutup
d.         Yakinkan pasien bahwa suara akan kembali bila endotrakela dilepas.
Rasional
a.              Mengurangi kebingungan klien dan meminimalisasi adanya komunikasi yang sulit antara klien dan perawat
b.              Sebagai media komunikasi antara klien dan perawat
c.              Menghindari komunikasi tidak efektif
d.             Mengurangi kecemasan yang mungkin timbul akibat kehilangan suara
4.      Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Kriteria : tidak terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial
Rencana Tindakan
a.          Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum tiap kali penghisapan
b.         Tampung spesimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi
c.          Pertahankan teknis steril selama penghisapan lender
d.         Ganti selang ventilator tiap 24 – 72 jam
Rasional
a.              Infeksi traktus respiratorius dapat mengakibatkan sputum bertambah banyak, bau lebih menyengat, warna berubah lebih gelap
b.              Memastikan adanya kuman dalam sputum/jalan nafas
c.              Mengurangi resiko infeksi nosokomial
d.             Mengurangai resiko infeksi nosokomial

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan,  Edisi 8, EGC, Jakarta

Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia

Mansjoer Arif:1999: Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I: Medi Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan I, Universitas Airlangga, Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar