Jumat, 08 November 2013

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA (IFO)


A.    Pengertian
Intoksikasi (keracunan) adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada dua macam insektisida  yang paling banyak digunakan dalam pertanian adalah :
1.      insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon)
2.      insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide).
Yang  paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat  - sifat dari IFO adalah insektisida poten  yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal (intact), juga dapat diserap di paru dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.
Macam – macam IFO adalah Malathion (Tolly), Paraathion, Diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain – lain. IFO sebenarnya dibagi 2 macam yaitu IFO murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah baygon.

B.     Patogenesis
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetilkolinesterase tubuh (KhE). Dalam  keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis Akh dengan jalan mengadakan ikatan Akh- KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi ikatan IFO – KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan AKh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan AKh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan IFO –KhE bersifat menetap (irreversible), sedangkan pada keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible). Secara farmakologis efek AKh dapat dibagi dalan 3 bagian, yaitu :
1.      Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan jantung.
2.      Nikotinik, terutama pada otot – otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan.
3.      SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang – kejang (konvulsi) sampai koma.
C.     Gambaran klinik
Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah, keringat dan saluran pencernaan, serta kesukaran bernapas.
Keracunan ringan : anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor lidah, kelopak mata, pupil miosis.
Keracunan sedang : nausea, muntah – muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis, fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat : diare, pupil pi – point, reaksi cahaya negatif, sesak napas, sianosis, edema paru, inkontinensia urine dan feses, konvulsi, koma, blokade jantung, akhirnya meninggal.

D.    Pemeriksaan .
1.      Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagosis keracunan IFO akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal).
Keracunan akut : ringan   : 40 – 70 %
                            sedang  : 20 – 40 %
                            berat     : < 20 %.
Keracunan  kronik bila kadar KhE menurun sampai 25  - 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.

2.      Patologi Anatomi (PA)
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ – organ lain.

E.     Penatalaksanaan
1.      Resusitasi
Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernapasan dan nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15 – 20 tts/mnt, napas buatan + oksigen, hisap lendir dalam saluran napas, hindari obat – obat depresan saluran napas, kalau perlu respirator pada kegagalan napas berat. Hindar pernapasan buatan dari mulut ke mulut sebab racun organofosfat  akan meracuni  lewat mulut penolong. Pernapasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.
2.      Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 –30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila diduga racun telah sampai di usus halus dan tebal. Kumbah lambung (KL atau gastric lavage), pada penderita yang kesadaran yang menurun,  atau pada mereka yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang daari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat  tindakan KL sebaiknya  dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pneumonia.  
3.      Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada tempat penumpukan.
a.       Mula –mula diberikan bolus iv 1 – 2,5 mg
b.      Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul gejala – gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris, dan psikosis).
c.       Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit, selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8  dan 12 jam
d.      Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 X 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut yang sering fatal.


ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan napas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adaya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran. Riwayat kesehatan : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama  diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya. 

B.     Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang bisa timbul adalah tidak efektifnya pola napas, resiko tinggi kekurangan cairan tubuh, gangguan kesadaran, tidak efektifnya koping indicidu.

C.     Intervensi
Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, mencegah penyerapan dan penawar racun (antidotum) yang meliputi resusitasi : air way, breathing dan circulation, eliminasi untuk menghambat absorbsi melalui pencernaan dengan cara kumbah lambung, emesis atau katartasis dan keramas rambut.
Berikan antidotum sesuai pesanan dokter minimal 2 X 24 jam yaitu Atropin sulfat (SA).
Perawatan suportif meliputi pertahankan agar pasien tidak sampai demam atau mengigil, monitor perubahan – perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat, distress pernapasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda – tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian. Monitor tanda vital setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkam perrubahannya segera kepada dokter. Catat tanda – tanda seperti muntah, mual dan nyeri abdomen serta monitor semua muntah akan adanya darah. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan.
Jika pernapasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bias diperlukan. Jika keracunan sebagai suatu usaha untuk membunuh diri maka lakukan safety precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatris klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian, reaksi depresi, psikosis, neurosis, mental retardasi dan lain – lain. 

SUMBER :
1.      Lab./UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo, (1994), “Pedoman Diagnosis dan Terapi”, Surabaya

2.      Phipps, etc. (1991), ”Medical Surgical Nursing ; Cencept and Clinical Practice”, 4th, Mosby Year Book, Toronto.

3.      Departemen Kesehatan RI, (2000), “Resusistasi Jantung – Paru – Otak ; Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support)”, Jakarta.

4.      Emerton, D.M., (1989), “Principles and Practice of Nursing”, University of Queensland Press, Australia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar