A. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas
obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam
secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan
penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner
& Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit
peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan
perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis,
2000, hal. 660).
Status asmatikus adalah asma yang
berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional. Serangan
dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini merupakan situasi yang mengancam
kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
Jenis-jenis Asma :
a) Asma alergik
Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b) Asma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.
c) Asma gabungan
Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asma:
a) Asma alergik
Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b) Asma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.
c) Asma gabungan
Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asma:
1. Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu
dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa gejala, diantara serangan-serangan
pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF
diperkirakan lebih dari 80%.
2. Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi
tidak setiap hari, serangan pada waktu malam timbul lebih dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.
3. Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari
dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam
seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi
paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
4. Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus
dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan
frekuensi gejala pada waktu malam.
Penyebab / Faktor resiko serangan asma
Penyebab / Faktor resiko serangan asma
1. Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dan disebabkan oleh alergen yang diketahui
karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang
hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap
makanan seperti susu atau coklat, polusi.
2. Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas.
Faktor-faktor non spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat
memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor
keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang
timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.
Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.
Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.
1.
Kontraksi otot-otot yang
mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
2.
Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.
3.
Pengisian bronchi dengan mukus yang
kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan
kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk
sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta
anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi
otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme, pembengkakan
membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi
paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para
simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan
nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok,
emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah
disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi
kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2
berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri
(pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah
meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh
mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi
tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan
bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi
alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah
(Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita
kenal dengan gagal nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan
menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi jaringan pembuluh darah paru dan
selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih
besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga
mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.
Tanda
dan Gejala
- Batuk produktif
- Wheezing
- Dispnea
- Mengi
- Ekspirasi memanjang
- Barrel chest (dada tong)
- Orthopnea
- Berkeringat
- Tachypnea
- Tachycardia.
Pemeriksaan Diagnostik
a) Test Fungsi paru ( spirometri)
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
b) Pemeriksaan gas darah arteri
Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
c) Arus puncak ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.
d) Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.
e) Elektrokardiografi
Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.
Penanganan Asma
- Batuk produktif
- Wheezing
- Dispnea
- Mengi
- Ekspirasi memanjang
- Barrel chest (dada tong)
- Orthopnea
- Berkeringat
- Tachypnea
- Tachycardia.
Pemeriksaan Diagnostik
a) Test Fungsi paru ( spirometri)
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
b) Pemeriksaan gas darah arteri
Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
c) Arus puncak ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.
d) Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.
e) Elektrokardiografi
Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.
Penanganan Asma
1.
Agenis Beta : untuk mendilatasi
otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat :
epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine, dan terbutalin.
Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.
2.
Metil salin untuk bronkodilatasi,
merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas.
Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral.
3.
Antikolinergik, contoh obat :
atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara inhalasi.
4.
Kortikosteroid, untuk mengurangi
inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat: hidrokortison, dexamethason,
prednison, dapat diberikan secara oral dan IV.
5.
Inhibitor sel mast, contoh
obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk bronkodilator
dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
6.
Oksigen, terapi diberikan untuk
mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.
7.
Fisioterapi dada, teknik pernapasan
dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk efektif untuk meningkatkan
bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage dilakukan hanya pada pasien
dengan produksi sputum yang banyak.
KAJIAN
KEPERAWATAN KRITIS
Pengkajian
a. Keluhan :
– Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
– Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
– Batuk dengan sekret lengket
– Berkeringat dingin
– Terdengar suara mengi / wheezing keras
– Terjadi berulang, setiap ada pencetus
– Sering ada faktor genetik/familier
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnosa keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
b. Kaji tingkat kesadaran pasien
Pengkajian
a. Keluhan :
– Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
– Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
– Batuk dengan sekret lengket
– Berkeringat dingin
– Terdengar suara mengi / wheezing keras
– Terjadi berulang, setiap ada pencetus
– Sering ada faktor genetik/familier
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnosa keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
b. Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesadaran pasien
c. Segera
minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
d. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret
e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
- pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
DAFTAR PUSTAKA
1. Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
2. Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998
3. Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001
4. Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
d. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret
e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
- pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
DAFTAR PUSTAKA
1. Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
2. Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998
3. Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001
4. Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000
5. Smeltzer,
C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1.
Jakarta , EGC, 2002
6. Krisanty
Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans
Info Media, 2009.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN LUKA BAKAR
A. Definisi
Luka bakar
adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton &
Hall, 1997).
B. Insiden
Perawatan
luka bakar mengalami perbaikan / kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat
perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang
menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang saling bekerja sama
untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di Amerika kurang lebih 2
juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang
disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan
injuri yang berat.
Luka bakar
merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur.
Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita,
terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).
C.
Etiologi
Etiologi dari
luka bakar (Guyton & Hall, 1997) :
1. Luka Bakar
Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat
(Solid)
2. Luka Bakar
Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar
Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi
Injury)
D. Fase Luka Bakar
Fase – fase luka bakar (Guyton &
Hall, 1997) yaitu :
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase
syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway
(jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi).
Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera
inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik.
2.
Fase sub akut.
Berlangsung
setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang
terjadi menyebabkan:
1. Proses
inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada
luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ
– organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase
lanjut.
Fase lanjut
akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan
fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas
dan kontraktur.
E.
Klasifikasi luka bakar (Hudak & Gallo, 1997)
1. Dalamnya
luka bakar
Kedalaman
|
Penyebab
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
Ketebalan
partial superfisial (tingkat I)
|
Jilatan api, sinar
ultraviolet (terbakar oleh matahari)
|
Kering tidak
ada gelembung, edema minimal atau tidak ada, pucat bila ditekan dengan ujung
jari, berisi kembali bila tekanan dilepas
|
Bertambah
merah
|
Nyeri
|
Lebih dalam
dari partial (tingkat II)
-
Superfisial
-
Dalam
|
Kontak dengan
bahan air atau bahan padat. Jilatan api kepada pakaian. Jilatan langsung
kimiawi, sinar ultraviolet
|
Blister besar
dan lembab yang ukurannya bertambah besar. Pucat bila ditekan dengan ujung jari,
bila tekanan dilepas berisi kembali
|
Berbintik –
bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat
|
Sangat nyeri
|
Ketebalan
sepenuhnya
|
Kontak dengan
bahan cair atau padat. Nyala api, kimia, kontak dengan arus
listrik
|
Kering disertai
kulit yang mengelupas. Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit
yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar,
tidak pucat bila ditekan
|
Putih,
kering, hitam, coklat tua, hitam, merah
|
Tidak
sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas bila dicabut
|
2.
Luas luka bakar
Wallace
membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule
of nine atua rule of wallace yaitu:
3. Berat
ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya
luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi
area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman
luka bakar.
3) Anatomi
lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat
pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang
menyertai atau bersamaan.
American
college of surgeon membagi dalam:
A.
Parah – critical:
a) Tingkat
II : 30% atau lebih.
b) Tingkat
III : 10% atau lebih.
c) Tingkat
III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan
adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang
– moderate:
a) Tingkat II :
15 – 30%
b) Tingkat III
: 1 – 10%
C. Ringan
– minor:
a) Tingkat II :
kurang 15%
b) Tingkat III
: kurang 1%
F.
Patofisilogi
WOC
terlampir (http://www.artanto.com)
G. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar (Guyton &
Hall, 1997)
Perubahan
|
Tingkatan
hipovolemik (s/d 48-72 jam pertama)
|
Tingkatan
diuretik (12 jam – 18/24 jam pertama
|
||
Mekanisme
|
Dampak
dari
|
Interstitial
ke vaskuler
|
Hemodilusi
|
|
Fungsi renal
|
Aliran darah
renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang
|
Oliguri
|
Peningkatan
aliran darah renal karena desakan darah meningkat
|
Diuresis
|
Kadar sodium
/ natrium
|
Na+ direabsorbsi
oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan
dalam cairan edema
|
Defisit
sodium
|
Kehilangan
Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu)
|
Defisit
sodium
|
Kadar
potassium
|
K+
dilepas sebagai akibat cidera jaringan sel – sel darah merah, K+ berkurang
ekskresi karena fungsi renal berkurang
|
Hiperkalemi
|
K+
bergerak kembali dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari
setelah luka bakar)
|
Hipokalemi
|
Kadar
protein
|
Kehilangan
protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas
|
Hipoproteinemia
|
||
Keseimbangan
nitrogen
|
Katabolisme
jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari
masukan
|
Keseimbangan
nitrogen negatif
|
Katabolisme
jaringan, kehilangan protein, immobilitas
|
Keseimbangan nitrogen
negatif
|
Keseimbangan
asam basa
|
Metabolisme
anaerob karena perfusi jaringan berkurang, peningkatan asam dari produk
akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan),
kehilangan bikarbonas serum
|
Asidosis
metabolik
|
Kehilangan
sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan
produk akhir metabolisme
|
Asidosis
metabolik
|
Aliran darah renal berkurang
|
Terjadi
karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi
|
Stres karena
luka
|
||
Eritrosit
|
Terjadi
karena panas, pecah menjadi fragil
|
Luka bakar
termal
|
Tidak terjadi
pada hari – hari pertama
|
Hemokonsentrasi
|
Lambung
|
Curling ulcer
(ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri
|
Rangsangan central
di hipotalamus dan peningkatan jumlah cortison
|
Akut dilatasi
dan paralise usus
|
Peningkatan
jumlah cortison
|
Jantung
|
MDF meningkat
2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang
terbakar
|
Disfungsi
jantung
|
Peningkatan
zat MDF (Miokard Depresant Factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap
syok septic
|
CO menurun
|
H. Indikasi Rawat Inap Luka
Bakar (Guyton & Hall, 1997)
A. Luka
bakar grade II :
1) Dewasa >
20%
2) Anak/orang
tua > 15%
B. Luka
bakar grade III
C. Luka
bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
I.
Penatalaksanaan (Long, Barbara C, 1996)
A. Resusitasi
A, B, C.
1)
Pernafasan
a)
Udara panas mukosa rusak
oedem
obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin
iritasi Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.
2)
Sirkulasi:
Gangguan
permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler
hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
B. Infus, kateter,
CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C.
Resusitasi cairan Baxter.
Dewasa :
Baxter.
RL 4 cc x BB
x % LB/24 jam.
Anak: jumlah
resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun :
BB x 100 cc
1 – 3 tahun :
BB x 75 cc
3 – 5 tahun :
BB x 50 cc
½ à diberikan 8
jam pertama
½ à diberikan
16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa :
Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x
BB gr/hr
100
(Albumin 25%
= gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak :
Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor
urine dan CVP.
E. Topikal dan
tutup luka
- Cuci luka
dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver
sulfadiazin tebal.
- Tutup kassa
tebal.
- Evaluasi 5 –
7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika :
tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu
berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik :
kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak
& Gallo. (1997). Keperawatan
Kritis: Pendekatan Holistik.Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Jakarta.
Long,
Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I.
(terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin
E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Anonim. (2009). Kumpulan Artikel Keperawatan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar (Combustio). (Online)
http://www.artanto.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar