Jumat, 08 November 2013

ASKEP KEGAWATDARURATAN AKIBAT ASMA


A.   Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini merupakan situasi yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
Jenis-jenis Asma :
a)  Asma alergik
Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b)  Asma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.
c)  Asma gabungan
Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asma:
1.      Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
2.      Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu malam timbul lebih dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.
3.      Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
4.      Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam.
Penyebab / Faktor resiko serangan asma
1.      Faktor Ekstrinsik
       Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi.
2.      Faktor Intrinsik
       Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.
Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.
1.      Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
2.      Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.
3.      Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.
Tanda dan Gejala
-   Batuk produktif
-   Wheezing
-   Dispnea
-   Mengi
-   Ekspirasi memanjang
-   Barrel chest (dada tong)
-   Orthopnea
-   Berkeringat
-   Tachypnea
-   Tachycardia.
Pemeriksaan Diagnostik
a) Test Fungsi paru ( spirometri)
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
b) Pemeriksaan gas darah arteri
Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
c) Arus puncak ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.
d) Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.
e) Elektrokardiografi
Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.
Penanganan Asma
1.      Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat : epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.
2.      Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral.
3.      Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara inhalasi.
4.      Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat: hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral dan IV.
5.      Inhibitor sel mast, contoh obat:  natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
6.      Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.
7.      Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.
KAJIAN KEPERAWATAN KRITIS
Pengkajian
a. Keluhan :
– Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
– Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
– Batuk dengan sekret lengket
– Berkeringat dingin
– Terdengar suara mengi / wheezing keras
– Terjadi berulang, setiap ada pencetus
– Sering ada faktor genetik/familier
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnosa keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a.    Amankan pasien ke tempat yang aman
       R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
b.   Kaji tingkat kesadaran pasien
       R/  dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien
c.    Segera minta pertolongan
       R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
d.    Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
       R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret
e.    Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya
       R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a.  Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
     R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b.  Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut     pasien
     R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c.  Pantau ekspansi dada pasien
    R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
-     pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
 DAFTAR PUSTAKA
1.     Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
2.     Tucker S. Martin,  Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998
3.     Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001
4.     Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000
5.     Smeltzer,  C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC,  2002
6.      Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans Info Media, 2009.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

A.  Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton & Hall, 1997).
B. Insiden
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan / kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat.
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).
C.  Etiologi
Etiologi dari luka bakar (Guyton & Hall, 1997) :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
D.  Fase Luka Bakar
Fase – fase luka bakar (Guyton & Hall, 1997) yaitu :
1.  Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2.  Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
3.  Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
E.  Klasifikasi luka bakar (Hudak & Gallo, 1997)
1. Dalamnya luka bakar
Kedalaman
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaan
Ketebalan partial superfisial (tingkat I)
Jilatan api, sinar ultraviolet (terbakar oleh matahari)
Kering tidak ada gelembung, edema minimal atau tidak ada, pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas
Bertambah merah
Nyeri
Lebih dalam dari partial (tingkat II)
-         Superfisial
-         Dalam
Kontak dengan bahan air atau bahan padat. Jilatan api kepada pakaian. Jilatan langsung kimiawi, sinar ultraviolet
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar. Pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali
Berbintik – bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat
Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
Kontak dengan bahan cair atau padat. Nyala api, kimia, kontak dengan arus listrik
Kering disertai kulit yang mengelupas. Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar, tidak pucat bila ditekan
Putih, kering, hitam, coklat tua,  hitam, merah
Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas bila dicabut

2.  Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
3.  Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A.  Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B.  Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
C.  Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
F.  Patofisilogi
WOC terlampir (http://www.artanto.com)
G.  Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)
Perubahan
Tingkatan hipovolemik (s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik (12 jam – 18/24 jam pertama
Mekanisme
Dampak dari
Interstitial ke vaskuler
Hemodilusi
Fungsi renal
Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang
Oliguri
Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat
Diuresis
Kadar sodium / natrium
Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan edema
Defisit sodium
Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu)
Defisit sodium
Kadar potassium
K+ dilepas sebagai akibat cidera jaringan sel – sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang
Hiperkalemi
K+ bergerak kembali dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar)
Hipokalemi
Kadar protein
Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas
Hipoproteinemia


Keseimbangan nitrogen
Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan
Keseimbangan nitrogen negatif
Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas
Keseimbangan nitrogen negatif
Keseimbangan asam basa
Metabolisme anaerob karena perfusi jaringan berkurang, peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum
Asidosis metabolik
Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme
Asidosis metabolik
Aliran darah renal berkurang
Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi
Stres karena luka


Eritrosit
Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil
Luka bakar termal
Tidak terjadi pada hari – hari pertama
Hemokonsentrasi
Lambung
Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri
Rangsangan central di hipotalamus dan peningkatan jumlah cortison
Akut dilatasi dan paralise usus
Peningkatan jumlah cortison
Jantung
MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar
Disfungsi jantung
Peningkatan zat MDF (Miokard Depresant Factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok septic
CO menurun
H.  Indikasi Rawat Inap Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)
A.  Luka bakar grade II :
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B.  Luka bakar grade III
C.  Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
I.   Penatalaksanaan (Long, Barbara C, 1996)
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan
a)  Udara panas        mukosa rusak        oedem       obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi  gagal nafas.
2) Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler  hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan  Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfadiazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.  Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Anonim. (2009). Kumpulan Artikel Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar (Combustio). (Online) http://www.artanto.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar