Senin, 17 Februari 2014

WAHAM

PENGERTIAN WAHAM
Waham (Delusi), yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan, semacam itu merupakan simtom-simtom positif yang umum pada skizofrenia.
Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah. Mayer-Gross dalam Maramis (1998) membagi waham dalam 2 kelompok, yaitu primer dan sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis, tanpa penyebab dari luar. Sedangkan waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain, waham dinamakan menurut isinya, salah satunya adalah waham kebesaran.
Waham juga memiliki beberapa bentuk. Beberapa diantaranya digambarkan oleh psikiater berkebangsaaan Jerman Kurt Schneider (1959). Gambaran delusi dibawah ini dikutip oleh Mellor (1970).

  1. 1. Pasien yakin bahwa pikiran yang bukan berasal dari dirinya dimasukkan kedalam pikirannya oleh suatu sumber eksternal.
Seorang ibu rumah tangga berusia 25 tahun berkata, “Saya melihat keluar jendela dan saya berpikir taman dihalaman tampak indah dan rumputnya tampak bagus, namun pikiran Eamonn Andrews masuk kedalam pikiran saya. Tidak ada pikiran lain disana, hanya pikirannya. Ia memperlakukan pikiran saya seperti layar dan menayangkan berbagai pikirannya dilayar tersebut seperti anda menayangkan suatu gambar.”( Hlm. 17)
  1. 2. Pasien yakin bahwa pikiran mereka disiarkan dan ditransmisikan sehingga orang lain mengetahui apa yang mereka pikirkan.
Seorang mahasiswa berusia 21 tahun (mengetahui bahwa) “ketika saya berpikir, pikiran saya keluar dari kepala saya melalui sejenis pita transmisi mental. Semua orang disekeliling saya hanya perlu memasukkan pita tersebut kedalam pikiran mereka dan mereka dapat mengetahui semua pikiran saya”. ( Hlm. 17)
  1. 3. Pasien berpikir bahwa pikiran mereka telah dicuri, secara tiba-tiba dan tanpa terduga, oleh suatu kekuatan eksternal.
Seorang perempuan berusia 22 tahun (menggambarkan pengalaman seperti berikut). “Saya sedang memikirkan ibu saya, dan tiba-tiba pikiran saya disedot keluar dari kepala saya dengan alat penyedot yang dapat menembus tengkorak kepala, dan tidak ada yang tersisa dikepala saya, kepala saya menjadi kosong”. ( Hlm. 16-17)
  1. 4. Beberapa pasien yakin bahwa perasaan atau perilaku mereka dikendalikan oleh suatu kekuatan eksternal.
Seorang juru ketik steno berusia 29 tahun menggambarkan berbagai tindakannya (yang paling sederhana) sebagai berikut: “ketika saya mengulurkan tangan untuk mengambil sisir, tangan dan lengan saya lah yang bergerak, dan jari-jari saya mengambil pena, namun saya tidak mengendalikannya. Saya duduk mengamati mereka bergerak, dan mereka cukup mandiri, apa yang mereka lakukan tidak ada hubungannya dengan saya. Saya hanya sebuah boneka yang dimanipulasi oleh tali kosmik. Ketika tali-tali tersebut ditarik maka tubuh saya bergerak dan saya tidak dapat mencegahnya”. ( Hlm. 17)
Meskipun waham terjadi pada lebih dari separuh orang yang menderita skizofrenia, namun juga terjadi dikalangan pasien dengan berbagai diagnosis lain, terutama, mania, depresi delusional, dan gangguan waham. Meskipun demikian, waham yang dialami pasien skizofrenia seringkali lebih aneh dibanding delusi yang dialami para pasien berbagai ketegori diagnostik lain tersebut; yaitu, waham pada psien skizofrenia sangat tidak mungkin, seperti yang terlihat dalam gambaran waham diatas (Junginger, Barker, & Coe, 1992).
ETIOLOGI
Psikologis
Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari waham. Waham dapat berkembang jika terjadi nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati yang mendalam (Kartono, 1981).
Menurut Carpenito (1998), klien dengan waham memproyeksikan perasaan dasarnya dengan mencurigai. Pada klien dengan waham kebesaran terdapat perasaan yang tidak adekuat serta tidak berharga. Pertama kali mengingkari perasaannya sendiri, kemudian memproyeksikan perasaannya kepada lingkungan dan akhirnya harus menjelaskan kepada orang lain. Apa yang seseorang pikirkan tentang suatu kejadian mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Beberapa perubahan dalam berpikir, perasaan atau perilaku akan mengakibatkan perubahan yang lain.
Dampak dari perubahan itu salah satunya adalah halusinasi,dapat muncul dalam pikiran seseorang karena secara nyata mendengar, melihat, merasa, atau mengecap fenomena itu, sesuai dengan waktu, kepercayaan yang irasional menghasilkan ketidakpuasan yang ironis, menjadi karakter yang “Wajib” dan “Harus”.
Sosiokultural
Selama bertahun-tahun kita telah mengetahui bahwa angka kejadian tertinggi skizofrenia terdapat diwilayah pusat kota yang dihuni oleh masyarakat dari kelas-kelas sosial terendah (a.l., Harvey dkk., 1996; Hollingshead & Redlich, 1958; Srole dkk., 1962).
Korelasi antara kelas sosial dan skizofrenia memiliki konsistensi, namun sulit untuk menginterpretasinya secara kausal. Beberapa orang percaya bahwa stresor yang berhubungan dengan kelas sosialrendah dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap terjadinya skizofrenia yaitu hipotesis sosiogenik. Perlakuan merendahkan yang diterima seseorang dari orang lain, tingkat pendidikan rendah, dan kurangnya penghargaan serta kesempatan secara bersamaan dapat menjadikan keberadaan seseorang dalam kelas sosial rendah sebagai kondisi yang penuh stres yang dapat membuat seseorang menderita skizofrenia.
Biologis
Skizofrenia paranoid disebabkan kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon/ oleh perubahan- perubahan post mortem/ merupakan artefak pada waktu membuat sediaan. Gangguan endokrin juga berpengaruh, pada teori ini dihubungkan dengan timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimaterium. Begitu juga dengan gangguan metabolisme, hal ini dikarenakan pada orang yang mengalami skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat, ujung ekstremitas sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Teori ini didukung oleh Adolf Meyer yang menyatakan bahwa suatu konstitusi yang inferior/ penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia paranoid (Maramis, 1998).
Menurut Schebel (1991) dalam Townsend (1998) juga mengatakan bahwa skizofrenia merupakan kecacatan sejak lahir, terjadi kekacauan dari sel-sel piramidal dalam otak, dimana sel-sel otak tersusun rapi pada orang normal.
Gangguan neurologis yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis sering berhubungan dengan kejadian waham. Waham oleh karena gangguan neurologis yang tidak disertai dengan gangguan kecerdasan, cenderung memiliki waham yang kompleks. Sedangkan waham yang disertai dengan gangguan kecerdasan sering kali berupa waham sederhana (Kaplan dan Sadock, 1997).
TIPE-TIPE WAHAM
Menurut Kaplan dan Sadock (1997), tipe-tipe waham antara lain:
1. Tipe Eritomatik. Klien dicintai mati-matian oleh orang lain, biasanya orang yang sangat terkenal, seperti artis, pejabat, atau atasanya. Klien biasanya hidup terisolasi, menarik diri, hidup sendirian dan bekerja dalam pekerjaan yang sederhana.
2. Tipe Kebesaran (magalomania): yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki bakat, kemampuan, wawasan yang luar biasa, tetapi tidak dapat diketahui.
3. Waham Cemburu. Yaitu misalnya cemburu terhadap pasanganya. Tipe ini jarang ditemukan (0,2%) dari pasien psikiatrik. Onset sering mendadak, dan hilang setelah perpisahan/ kematian pasangan. Tipe ini menyebapkan penyiksaan hebat dan fisik yang bermakna terhadap pasangan, dan kemungkinan dapat membunuh pasangan, oleh karena delusinya.
4. Waham Kejar. Keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti oleh orang lain. Tipe ini paling sering ditemukan pada gangguan jiwa. Dapat berbentuk sederhana, ataupun terperinci, dan biasanya berupa tema yang berhubungan difitnah secara kejam, diusik, dihalang-halangi, diracuni, atau dihalangi dalam mengejar tujuan jangka panjang.
5. Tipe Somatik atau Psikosis Hipokondrial Monosimptomatik. Perbedaan dengan hipokondrial adalah pada derajat keyakinan yang dimiliki klien. Menetapnya waham somatik yang tidak kacau tanpa adanya gejala psikotik lainya menyatakan gangguan delosional/ waham tipe somatik.
PENANGANAN
Penanganan Biologis
Terapi Obat (Farmakoterapi). Perkembangan terpenting dalam terapi untuk skozofrenia adalah penemuan obat-obatan pada tahun 1950-an yang secara kolektif disebut obat-obatan antipsikotik, yang juga disebut neuroleptik karena menimbulkan efek samping yang sama dengan simtom-simtom penyakit neurologis.
Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.
Penanganan Psikologis
Psikoterapi. Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
Terapi Keluarga. Pemberian terapi perlu menemui atau melibatkan keluarga klien, sebagai partner dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu terapis dan membantu perawatan klien. Beberapa hal yang diberikan terapis kepada keluarga klien:
  1. 1. Edukasi tentang skizofrenia, terutama yang kerentanan biologis yang mempredisposisi seseorang terhadap penyakit tersebut, berbagai masalah kognitif yang melekat dengan skozofrenia, simtom-simtomnya, dan tanda-tanda akan terjadinya kekambuhan.
  2. 2. Informasi tentang dan pemantauan berbagai efek pengobatan antipsikotik.
  3. 3. Menghindari saling menyalahkan, terutama mendorong keluarga untuk tidak menyalahkan diri sendiri maupun pasien atas penyakit tersebut dan atas kesulitan yang dialami seluruh keluarga dalam menghadapi penyakit tersebut.
  4. 4. Memperbaiki komunikasi dan keterampilan penyelesaian masalah dalam keluarga.
  5. 5. Medorong keluarga dan pasien untuk memperluas kontak sosial mereka.
  6. 6. Menanamkan sebentuk harapan bahwa segala sesuatu dapat menjadi lebih baik, termasuk harapan bahwa pasien bisa untuk tidak kembali dirawat kembali di rumah sakit.
Terapi Individual. Hogarty (1995) menyebutkan terapi personal adalah suatu pendekatan kognitif behavioral berspektrum luas terhadap multiplisitas masalah yang dialami para pasien skizofrenia yang telah keluar dari rumah sakit. Terapi individualisti ini dilakukan perorangan maupun dalam kelompok kecil. Satu elemen utama dalam pendekatan ini, adalah bahwa penurunan jumlah reaksi emosi para anggota keluarga menurunkan tingkat kekambuhan setelah keluar dari rumah sakit, adalah mengajari pasien bagaimana mengenali afek yang tidak sesuai. Para pasien juga diajari untuk memerhatikan tanda-tanda kekambuhan meskipun kecil, seperti penarikan diri dari kehidupan sosial atau intimidasi yang tidak pantas kepada orang lain, dan mereka mempelajari berbagai keterampilan untuk mengurangi masalah-masalah tersebut.
Sumber Referensi:
Davison, G.C., Neale, John M., & Kring, ANN M. Psikologi Abnormal Edisi Ke-9.
Nevid, J., Rathus, S., & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar